''sekolah'' dan proses merusak otak

Jumat, 23 November 2007

''Pinter'' kadang selalu dipahami sebagai seseorang yang memiliki nilai akademis yang tinggi. Di sekolah, orang yang mendapat ranking dikatakan sebagai orang yang pinter. Begitupun di kampus, jika ia memiliki Indeks prestasi (IP) yang tinggi maka disematkanlah prediket pinter kepadanya.
Kesalah kaprahan terhadap prediket pinter berdampak terhadap penekanan mental dan psikologis anak didik. Proses belajar disekolah telah beralih kepada proses mencari nilai yang setinggi-tingginya, sehingga orang berani belajar hingga larut malam karena besok ada ujian. Memaksa diri menghafal rumus2 yang jelimet padahal fisik sudah tidak kuat lagi karena sudah larut malam.
Kesalahan pemahaman juga diperkuat oleh orang tua yang juga tidak mengerti. Mereka juga menuntut anak-anak mereka agar mendapatkan nilai raport atau indeks prestasi yang tinggi.
Otak yang memiliki potensi memori triliyunan megabyte hanya bisa menyimpan data jika ia dalam kondisi rileks. Pemaksaan dalam input data keotak akan merusak fungsi otak, jika ini tidak disadari dan terus saja dipaksakan maka daya simpan/memori otak akan menurun bahkan selanjutnya akan hang.
Mari kita berhitung, bangku pendidikan hingga S1 ditempuh selama 18 tahun. Jika selama itu otak dipaksa untuk memasukkan data dengan cara ''kekerasan'', maka ini benar-benar merusak memori otak.
Jika ''Pinter'' terus dipamahi seperti dijelaskan diatas, kemungkinan saya malas menyekolahkan anak saya. Bukannya membentuk daya fikir, menambah wawasan, serta meningkatkan skill, atau meningkatkan daya sosialisasi, eh malah membikin rusak otaknya. Ih, ngeri...
Salam
Rokhman Permadi

0 komentar:

 
Free new blogger template ABSTRACT MIND Design by Pannasmontata             Powered by    Blogger